Tolak pelemahan terhadap gerakan dan lembaga antikorupsi di Indonesia





17 Juli 2017



#UGMBerintegritas, menolak upaya-upaya pelemahan atas gerakan dan lembaga antikorupsi di Indonesia!


Korupsi berdampak negatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, menghambat kinerja ekonomi, memperburuk kesenjangan pendapatan dan pembangunan antar wilayah, merusak lingkungan hidup, memperburuk ketidakadilan, dan mengancam persatuan/kesatuan bangsa dan negara. Reformasi anti korupsi tidak lagi kewajiban, namun telah menjadi KEBUTUHAN suatu negara agar mampu mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).





Negara yang saat ini maju, puluhan atau ratusan tahun lalu telah berhasil melakukan reformasi antikorupsi pada sistem pemerintahannya, seperti Inggris, Jerman, Korea Selatan, Singapura dan Jepang. Inggris memerlukan waktu 52 tahun (1780-1832) untuk melakukan reformasi antikorupsi di pemerintahannya (Carey, 2016). Reformasi di Inggris justru dimotori oleh Parlemen Inggris, karena anggota Parlemen Inggris mayoritas pemilik tanah (landlord) dan para pembayar pajak (Carey, 2016).


Pemerintahan kolonial Inggris gagal melakukan reformasi antikorupsi di Singapura pada tahun 1900-an. Namun demikian, komitmen kuat dari Perdana Menteri Lee Kwan Yew sejak 1970-an telah berhasil membawa Singapura menjadi negara maju.


Reformasi antikorupsi di Korea Selatan terjadi pada era Presiden Park Chung Hee tahun 1970-an, yang berhasil mentransformasi Korea Selatan menjadi satu negara kekuatan industri yang sangat maju.


Sejarah menunjukkan, tidak ada negara yang saat ini maju tanpa mengalami reformasi antikorupsi pada masa puluhan atau ratusan tahun yang lalu. Negara yang enggan melakukan reformasi antikorupsi di masa lalu justru takluk dan terjajah oleh negara lain (seperti China yang dijajah Jepang), atau kehilangan momentum pembangunan (Perancis kalah perang dari Inggris pada era Napoleon).


Di Indonesia, korupsi yang terjadi adalah korupsi struktural. Korupsi struktural adalah suatu kondisi dimana berbagai peraturan pemerintah justru menciptakan sistem yang sedemikian rupa sehingga orang terdorong untuk melakukan korupsi:

  1. Sistem penggajian yang tidak rasional dan tidak manusiawi (menyebabkan corruption by needs);
  2. Sistem penindakan korupsi yang tidak menciptakan efek jera bagi para pelakunya;
  3. State-capture corruption yang marak akibat sistem pendanaan partai politik yang tidak kondusif.

Di level mikro, individu dan rumah tangga, upaya untuk melakukan gerakan antikorupsi tidak lagi suatu kewajiban, namun sudah menjadi kebutuhan. Setiap orang tua selalu mengusahakan nafkah yang halal bagi anak-cucunya. Adalah kewajiban bagi setiap orang tua untuk bersama-sama berjuang agar generasi anak-cucunya hidup di lingkungan dengan sistem yang tidak mendorong orang untuk melakukan korupsi.


Setelah era reformasi, pemberantasan korupsi di Indonesia dikomandoi oleh Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK). Sebagai salah satu momok bagi para koruptor, rupanya lembaga ini sering menjadi target kriminalisasi dan pelemahan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab. Terkini, bahkan Dewan Perwakilan Rakyat tengah menugaskan Panitia Khusus (Pansus) dalam hal Hak Angket atas keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut. Hasil rekomendasi Pansus tersebut bisa menjadi celah pembubaran bagi lembaga antikorupsi Indonesia yang baru berumur 15 tahun tersebut.


Hak Angket adalah kewenangan DPR, namun penerapannya harus memenuhi berbagai kaidah dan tidak disalahgunakan untuk melindungi para anggota DPR yang terlibat korupsi maupun sebagai upaya melemahkan lembaga anti korupsi. Pansus Angket KPK merupakan satu dari sekian banyak upaya pelemahan gerakan anti korupsi yang nyata-nyata diamanatkan oleh Ketetapan MPR XI/1998, Undang-Undang Tipikor dan Undang-Undang TPPU, yang bisa menyebabkan:

  1. Pelemahan KPK akan memperburuk state-captured corruption di Indonesia;
  2. Pelemahan KPK akan memperburuk korupsi struktural yang selama ini terjadi di Indonesia;
  3. Pelemahan KPK akan menurunkan Corruption Perception Index (CPI) sehingga akan memperburuk Ease of Doing Business di Indonesia dan membuat Indonesia berpotensi keluar lagi dari daftar negara yang kondusif untuk tujuan investasi di masa depan.

Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) terpanggil untuk memberikan kontribusi nyata terhadap penguatan gerakan anti korupsi di Indonesia. Para dosen, karyawan dan alumni UGM, secara sukarela, bersatu menginisiasi gerakan #UGMBerintegritas, yang memiliki makna:

  1. Integritas adalah roh dari gerakan antikorupsi;
  2. Gerakan antikorupsi merupakan tradisi di UGM dan berbagai lembaga, forum komunikasi, dan kajian anti korupsi telah dilakukan dan akan terus dilakukan di UGM;
  3. Kontribusi UGM terhadap gerakan antikorupsi di Indonesia sudah tidak diragukan lagi;
  4. UGM konsisten mendukung gerakan antikorupsi di Indonesia, dan mendukung setiap upaya untuk menegakkan nilai-nilai integritas;
  5. UGM berjuang melawan setiap upaya pelemahan terhadap gerakan antikorupsi ataupun lembaga yang menegakkan antikorupsi dan nilai-nilai integritas

Gerakan #UGMBerintegritas menunjukkan komitmen civitas akademika UGM dalam menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan martabat manusia yang beradab, dengan agenda sebagai berikut:

  1. Kampanye media melalui sosial media menggelorakan semangat #UGMBerintegritas;
  2. Senin 10 Juli 2017: jumpa pers terkait penggalangan dukungan civitas akademika UGM menolak pelemahan gerakan dan lembaga antikorupsi;
  3. Jum’at 14 Juli 2017: Focus Group Discussion (FGD) Tim Kajian terkait dengan proses di Pansus Angket KPK dan analisis mengenai dampak korupsi ditinjau dari berbagai disiplin keilmuan
  4. Senin 17 Juli 2017: launching #UGMBerintegritas berupa pengumuman daftar final civitas akademika yang turut mendukung UGM dalam menolak pelemahan gerakan dan lembaga antikorupsi, diikuti dengan presentasi hasil FGD terkait dengan proses di Pansus Angket KPK;
  5. Kamis 20 Juli 2017: penyerahan daftar civitas akademika UGM menolak pelemahan KPK dan hasil FGD para pakar terkait dengan proses di Pansus Angket KPK kepada Presiden, DPR dan KPK di Jakarta.

Ayo, bergabunglah dalam gerakan ini dan jadilah salah satu warga negara yang turut berperan dalam perbaikan kualitas bangsa Indonesia!